Langsung ke konten utama

RSUD Pangururan Sudah Bisa Melayani Cuci Darah

Pangururan, Batak Raya—Ini kabar baik bagi pasien gagal ginjal di Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatra Utara, bahwa Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Hadrianus Sinaga di Pangururan, Samosir, sudah bisa melayani dialisis, atau cuci darah, sejak pertengahan Juli 2022.

Direktur RSUD dr. Hadrianus Sinaga di Pangururan, dr. Iwan Hartono Sihaloho (kemeja putih), dan para stafnya berfoto bersama dengan tim Kementerian Kesehatan. (Foto: dokumen RSUD)

Selama ini pasien gagal ginjal di Samosir harus pergi ke luar daerah untuk cuci darah, yang tentu saja membutuhkan biaya tambahan untuk transportasi atau akomodasi. “Tapi sekarang sudah bisa di Samosir,” kata dr. Iwan Hartono Sihaloho, Direktur RSUD dr. Hadrianus Sinaga, kepada Batak Raya lewat pesan WhatsApp, 18 Juli 2022.

Dia mengatakan hingga saat ini terdapat 17 orang pasien di Kabupaten Samosir yang harus melakukan cuci darah dua kali seminggu, yang secara rutin pergi ke rumah sakit di Medan, Pematangsiantar, atau Sidikalang. “Sangat berisiko bagi pasien ketika terjadi kendala di perjalanan akibat kemacetan atau hal lain sehingga terlambat melakukan cuci darah. Karena itu, kita berusaha maksimal supaya pelayanan cuci darah bisa dilakukan di Samosir,” katanya.

Menurut dr. Iwan Hartono Sihaloho, biaya per sekali cuci darah tidak murah. Makanya, dia menyarankan supaya pasien cuci darah mendaftar menjadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Dengan demikian, pasien bisa rutin dua kali seminggu melakukan terapi cuci darah di RSUD di Pangururan tanpa biaya sama sekali, atau gratis, karena sudah ditanggung BPJS Kesehatan. “Kalau tanpa BPJS, memang mahal, apalagi rutin harus setiap minggu,” katanya.

Dia mengatakan RSUD dr. Hadrianus Sinaga telah memperoleh izin pelayanan cuci darah dari Kementerian Kesehatan setelah tim Kementerian datang ke RSUD untuk melakukan penilaian kesesuaian dokumen dan kesesuaian sarana dan prasarana pada 15 Juli 2022 yang lalu. ❑

Postingan populer dari blog ini

Belum Ada Judul

Belum genap tiga bulan Bintang Antonio Hasibuan bermagang reporter ketika Jarar Siahaan mengatakan kepadaku, “Dia akan jadi wartawan hebat. Potensinya luar biasa,” dan meminta saya lebih awal membuat kontrak kerja Bintang sebagai reporter dengan gaji Rp4,2 juta. “Kalau dia dan reporter lain konsisten menulis liputan yang menarik, mendalam, tidak terima amplop, tahun kedua aku akan minta perusahaan menaikkan gajinya jadi Rp6 juta,” kata Jarar. Dia juga pernah berkata langsung kepada Bintang, “Aku melihat kau seperti aku sedang becermin melihat diriku sendiri pada usia mudaku jadi reporter.” Kemudian, kepada seorang wartawan media lain yang pernah menyebut Bintang “sombong,” Jarar berkata, “Orang cerdas memang sering dianggap sombong [oleh orang bodoh].” Bintang Antonio Hasibuan, salah satu wartawan Batam yang ditempa oleh Jarar Siahaan, konsultan redaksi Batak Raya. (Foto: arsip pribadi Bintang) Pada masa itu kami bertiga bekerja di sebuah media di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. S...

Sipalangnamora dan Datu Tambun

Riwayat Raja Sipalangnamora, nenek moyang marga Gultom, dan kisah salah satu putranya, Datu Tambun, pernah saya tulis bersama dengan wartawan Ramses Simanjuntak (almarhum) dalam dua artikel berjudul “Sipalangnamora dan Lima Kendi” serta “Sipalangnamora yang Kaya, Datu Tambun yang Sakti” dalam tabloid Pos Roha pada Juni 2015. Sebagian isi kedua tulisan itu diterbitkan ulang di Batak Raya seperti berikut. Keturunan Raja Sipalangnamora Gultom menziarahi pusara Sipalangnamora dan keempat putranya di Onanrunggu, Samosir, pada 2015, dan kemudian membangun kuburan leluhur mereka itu. (Foto: tabloid Pos Roha/reproduksi) Kata batak , dengan huruf b kecil, dalam ragam bahasa sastra memiliki makna ‘petualang’ atau ‘pengembara’, dan kata turunan membatak berarti ‘bertualang’ atau ‘mengembara’. Klan besar Gultom juga melanglang hingga beranak pinak di pelbagai wilayah, seperti halnya marga Batak Toba yang lain. [Baca juga: Miranda Gultom Bicara Marga, Gelar Sarjana, dan Suara Keras Orang Batak...

Miranda Gultom Bicara Marga, Gelar Sarjana, dan Suara Keras Orang Batak

Pangaribuan, Batak Raya—Miranda Swaray Goeltom, yang lebih dikenal dengan nama Miranda Gultom, 73 tahun, mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, bercerita tentang adanya orang Batak yang malu memakai marganya. Dia juga mengimbau generasi muda Batak agar bekerja menjadi petani, dan jangan semata-mata mengejar gelar kesarjanaan atau menjadi pejabat. Miranda Gultom (kiri) dan Bupati Samosir, Vandiko Gultom, dalam acara Punguan Raja Urang Pardosi di Kecamatan Pangaribuan, Kabupaten Tapanuli Utara. (Foto: Raidon Gultom) Pesan itu disampaikan Miranda, perempuan Batak yang berhasil menjadi profesor ekonomi di Universitas Indonesia, ketika berpidato mewakili pihak boru dalam acara pelantikan pengurus Punguan Raja Urang Pardosi (Datu Tambun), sebuah organisasi marga Gultom, di Desa Parlombuan, Kecamatan Pangaribuan, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatra Utara, 29 Juli 2022. Sebelum berbicara tentang kedua topik tersebut, marga Batak dan gelar akademis, Miranda terlebih dahulu mengata...