Medan, Batak Raya—Masalah pelebaran jalan dan pembuatan area rehat di Simpang Gonting, Desa Turpuk Limbong, Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir, dibahas dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi A, B, dan D di gedung DPRD Provinsi Sumatra Utara di Medan, 29 Juni 2022. Semua tudingan Komunitas Masyarakat dan Perantau Samosir (KoMPaS) terbantahkan dalam RDP itu berdasarkan jawaban beberapa pejabat Pemkab Samosir dan pejabat Pemprov Sumut.
Wilmar Simanjorang (kanan) dalam rapat dengar pendapat di DPRD Sumut. (Foto: Jepri Sitanggang) |
KoMPaS adalah organisasi masyarakat yang dibentuk oleh Rapidin Simbolon (Ketua Umum DPP KoMPaS) dan Juang Sinaga (Wakil Ketua Umum DPP KoMPaS) bersama dengan sejumlah perantau asal Samosir pada Mei 2021 di Jakarta. Rapidin adalah mantan Bupati Samosir, dan Juang adalah mantan wakilnya. Dalam pilkada Samosir yang lalu pasangan petahana Rapidin dan Juang dikalahkan oleh Vandiko Gultom, yang sekarang menjadi Bupati Samosir, dengan wakilnya, Martua Sitanggang. Pihak Rapidin Simbolon sempat menggugat hasil pilkada itu ke Mahkamah Konstitusi (MK), tetapi pada Maret 2021 MK menolak gugatan tersebut. Hanya sekitar dua bulan kemudian, Rapidin dan Juang pun mendirikan KoMPaS. Ormas inilah yang mengecam pekerjaan pelebaran jalan oleh Pemkab Samosir di Simpang Gonting hingga dibahas dalam RDP di DPRD Sumut.
Dalam RDP itu Ketua KoMPaS Kabupaten Samosir, Rokiman Parhusip, menyampaikan sejumlah tuduhan terhadap Pemkab Samosir. Dia mengatakan Pemkab melakukan pelebaran jalan provinsi dan penambangan batuan di Simpang Gonting, menuding Pemkab tidak punya izin lingkungan dalam pekerjaan di Simpang Gonting, dan menyebut lokasi Simpang Gonting termasuk kawasan hutan. Namun, “sialnya”, dalam RDP terungkap bahwa semua tuduhan tersebut takbenar, cuma isapan jempol.
Haluanto Ginting dari Balai Penegakan Hukum (Gakkum), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Sumatra Utara, dengan tegas mengatakan dalam RDP bahwa lokasi Simpang Gonting berada di luar kawasan hutan. Begitu juga pendapat Jonner Efendy Sipahutar, Kepala Bidang Penatagunaan Hutan, Dinas Kehutanan Provinsi Sumatra Utara, bahwa tidak perlu izin dari Dinas Kehutanan untuk pekerjaan jalan di Simpang Gonting, karena lokasi itu bukan kawasan hutan.
Penjabat Sekretaris Daerah Kabupaten Samosir, Hotraja Sitanggang, juga membantah tuduhan ormas bentukan Rapidin Simbolon itu bahwa Pemkab Samosir melakukan penambangan batuan. Sekda mengatakan pekerjaan di Simpang Gonting adalah penataan kawasan area rehat dan pelebaran jalan, bukan penambangan batuan, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Adapun batu, tanah, dan pasir yang terdapat di sana merupakan limbah pekerjaan memapas bagian tebing, jadi bukan hasil penambangan. Limbah campuran pasir dan batu (sirtu) tersebut kemudian dimanfaatkan Pemkab Samosir untuk memperbaiki jalan di desa-desa, dan bukan untuk dijual.
“Pekerjaan Simpang Gonting telah memiliki dokumen surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup, diterbitkan oleh Dinas Lingkungan Hidup pada April 2022,” kata Hotraja Sitanggang dalam RDP. Karena itu, katanya, pekerjaan di Simpang Gonting sudah sesuai dengan kewenangan Pemkab Samosir dan tidak melangkahi kewenangan Pemprov Sumut baik dalam hal status lahan maupun peruntukan lahan.
Dalam RDP itu Sekda juga menjelaskan kepada ketiga komisi DPRD Sumut tentang latar belakang penataan Simpang Gonting, yakni terjadinya kemacetan lalu lintas pada hari-hari libur. Ramainya mobil wisatawan yang melintasi Simpang Gonting juga berdampak positif bagi peningkatan ekonomi masyarakat setempat, yang berjualan di kios-kios di bahu jalan, di tepi jurang yang dapat mengancam keselamatan pengguna jalan. Oleh karena itu, berbagai elemen masyarakat menyurati Pemkab Samosir agar memperlebar jalan tersebut dan membuat area rehat.
Mengenai status Simpang Gonting, Kepala Bappeda Kabupaten Samosir, Rajoki Simarmata, mengatakan Simpang Gonting berubah dari jalan kabupaten menjadi jalan provinsi empat tahun silam. “Silakan dicek dokumen penyerahan jalan pada 2018. Di situ jelas, yang diserahkan Pemkab Samosir hanya jalan sesuai lebar saat itu,” katanya.
Keterangan Rajoki ini tidak dibantah oleh pihak Bina Marga, yang turut menghadiri RDP. Bahkan, Bina Marga justru ditegur oleh anggota DPRD Sumut Pantas Manimpan Lumbantobing karena tidak membawa dokumen dimaksud.
Perihal tudingan bahwa Pemkab Samosir melakukan penebangan pohon di Simpang Gonting juga dibantah oleh Rundimanto Limbong, pejabat di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Samosir. “Yang dimaksud dengan penebangan adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengambil kayu. Menebang kayu karena lahan mau digunakan, itu bukan penebangan. Yang di Simpang Gonting itu namanya bukan penebangan,” katanya kepada Batak Raya.
⸻
Aktivis lingkungan hidup Wilmar Eliaser Simanjorang juga hadir dalam RDP untuk memprotes pelebaran Simpang Gonting. Bahkan, mantan penjabat Bupati Samosir tahun 2004-2005 itu sempat menyemprot pegawai Pemkab Samosir dengan nada bicara seolah-olah dia masih punya kuasa sebagai bupati.
Wilmar memarahi para pegawai Pemkab dalam RDP karena mereka tidak melapor kepada dirinya tentang pekerjaan di Simpang Gonting. “Dan sudah saya tanyakan ke Sekda, dan sudah saya tanyakan ke Kadis Lingkungan Hidup Kabupaten Samosir adakah izin itu? Sampai sekarang tidak dijawab. Enggak tahu, saya bapaknya atau tidak?” kata Wilmar. “Saya katakan, ‘Kasih sama saya izin yang kalian keluarkan untuk demi kebenaran supaya saya ngomong dengan benar.’ Ini baru di sini, berarti kalian itu menganggap saya siapa? Nanti tolong izinnya itu diberikan ke sini.”
Kepada para anggota DPRD Provinsi Sumut yang hadir dalam RDP itu Wilmar Simanjorang juga sempat mempromosikan kehebatannya. “Saya adalah peletak fondasi Kabupaten Samosir,” katanya. “Di sini adalah staf-staf saya dulu ini. Pejabat-pejabat yang pintar-pintar, yang cerdas ini. Dulu mereka ini ada yang saya terima, saya latih untuk malu minta uang dan malu menerima uang. Ini semua ini, pejabat-pejabat ini. Yang level Sekda, saya dulu menempatkannya menjadi Kepala Bappeda, sekarang jadi Sekda.”
Setelah beberapa menit lamanya Wilmar berbicara melantur, akhirnya Gusmiadi dari Komisi B DPRD Sumut, yang memimpin RDP, menegur Wilmar. “Maaf, Pak, bisa kita langsung masuk ke substansinya, ya,” kata Gusmiadi.
Kemudian, Wilmar Simanjorang pun merespons: “Substansinya nanti saja, Pak. Kita, kan, politisi juga.” Bah! ❑