Langsung ke konten utama

Petugas Asyik Memfotoi Kebakaran Hutan di Sianjurmulamula

Sianjurmulamula, Batak Raya—Satu sepeda motor Kepolisian Sektor Harian berhenti di Simpang Gonting, Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatra Utara, sekitar pukul 15.30 pada Minggu, 7 Agustus 2022. Pengendara motor itu menatap ke arah bawah, ke lereng bukit, dan menyaksikan hutan pinus yang terbakar di Desa Sipitudai, Kecamatan Sianjurmulamula.

Petugas mengawasi dan memfoto pinus yang terbakar di Desa Sipitudai, Kecamatan Sianjurmulamula, Kabupaten Samosir. (Foto: Hayun Gultom)

Tak lama kemudian, Kepala Desa Sipitudai, Jendri Limbong; Kapolsek Harian, AKP Herman Sembiring; dan seorang kepala dusun pergi melihat lokasi pinus yang terbakar di Desa Sipitudai. Ketiga aparat pemerintah itu tidak bisa berbuat apa-apa, karena kobaran api sudah besar, takmungkin lagi dipadamkan dengan tenaga manual. Api menjalar dengan cepat ditiup angin ke arah kaki bukit hingga dekat ke persawahan. Api juga naik melalap pinus-pinus dan makin dekat ke pinggir jalan raya.

Sejumlah petugas, seperti polisi, anggota Manggala Agni, dan aparat Dinas Kehutanan, telah menunggu di badan jalan saat mobil pemadam kebakaran tiba pukul 17.00. Ketika api hampir mencapai pohon pinus di pinggir jalan, petugas mengatur kendaraan yang melintas, dan mempersiapkan berbagai peralatan pemadaman.

Api menjilat rumput-rumput kering di pinggir jalan, dan petugas pun bergerak ke sana kemari. Mereka mundur dengan cepat, lalu maju lagi ke arah api. Setelah posisinya tepat, mereka mengarahkan ponsel masing-masing untuk memotret dan memvideokan pohon yang tengah terbakar. Ada juga petugas yang berswafoto. Barangkali itu untuk kepentingan dokumentasi kantor mereka.

Para petugas takmampu memadamkan api, yang marak akibat getah pada batang pinus. Meski begitu, mereka tetap berusaha dengan cara memukul-mukul tanah di sekitar pohon pinus, yang juga sambil difoto oleh petugas lainnya.

Bernat Purba, Kepala Kelompok Pengelola Hutan (KPH) XIII Doloksanggul, yang turut hadir di tempat kejadian, mengatakan pohon pinus yang terbakar itu berada di lokasi penyadapan getah pinus yang sudah punya izin dari KPH XIII. Namun, “Tidak usah ditanya di sini tentang itu,” kata Bernat saat ditanya Batak Raya tentang kebakaran tersebut. ❑

Postingan populer dari blog ini

Belum Ada Judul

Belum genap tiga bulan Bintang Antonio Hasibuan bermagang reporter ketika Jarar Siahaan mengatakan kepadaku, “Dia akan jadi wartawan hebat. Potensinya luar biasa,” dan meminta saya lebih awal membuat kontrak kerja Bintang sebagai reporter dengan gaji Rp4,2 juta. “Kalau dia dan reporter lain konsisten menulis liputan yang menarik, mendalam, tidak terima amplop, tahun kedua aku akan minta perusahaan menaikkan gajinya jadi Rp6 juta,” kata Jarar. Dia juga pernah berkata langsung kepada Bintang, “Aku melihat kau seperti aku sedang becermin melihat diriku sendiri pada usia mudaku jadi reporter.” Kemudian, kepada seorang wartawan media lain yang pernah menyebut Bintang “sombong,” Jarar berkata, “Orang cerdas memang sering dianggap sombong [oleh orang bodoh].” Bintang Antonio Hasibuan, salah satu wartawan Batam yang ditempa oleh Jarar Siahaan, konsultan redaksi Batak Raya. (Foto: arsip pribadi Bintang) Pada masa itu kami bertiga bekerja di sebuah media di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. S...

Sipalangnamora dan Datu Tambun

Riwayat Raja Sipalangnamora, nenek moyang marga Gultom, dan kisah salah satu putranya, Datu Tambun, pernah saya tulis bersama dengan wartawan Ramses Simanjuntak (almarhum) dalam dua artikel berjudul “Sipalangnamora dan Lima Kendi” serta “Sipalangnamora yang Kaya, Datu Tambun yang Sakti” dalam tabloid Pos Roha pada Juni 2015. Sebagian isi kedua tulisan itu diterbitkan ulang di Batak Raya seperti berikut. Keturunan Raja Sipalangnamora Gultom menziarahi pusara Sipalangnamora dan keempat putranya di Onanrunggu, Samosir, pada 2015, dan kemudian membangun kuburan leluhur mereka itu. (Foto: tabloid Pos Roha/reproduksi) Kata batak , dengan huruf b kecil, dalam ragam bahasa sastra memiliki makna ‘petualang’ atau ‘pengembara’, dan kata turunan membatak berarti ‘bertualang’ atau ‘mengembara’. Klan besar Gultom juga melanglang hingga beranak pinak di pelbagai wilayah, seperti halnya marga Batak Toba yang lain. [Baca juga: Miranda Gultom Bicara Marga, Gelar Sarjana, dan Suara Keras Orang Batak...

Miranda Gultom Bicara Marga, Gelar Sarjana, dan Suara Keras Orang Batak

Pangaribuan, Batak Raya—Miranda Swaray Goeltom, yang lebih dikenal dengan nama Miranda Gultom, 73 tahun, mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, bercerita tentang adanya orang Batak yang malu memakai marganya. Dia juga mengimbau generasi muda Batak agar bekerja menjadi petani, dan jangan semata-mata mengejar gelar kesarjanaan atau menjadi pejabat. Miranda Gultom (kiri) dan Bupati Samosir, Vandiko Gultom, dalam acara Punguan Raja Urang Pardosi di Kecamatan Pangaribuan, Kabupaten Tapanuli Utara. (Foto: Raidon Gultom) Pesan itu disampaikan Miranda, perempuan Batak yang berhasil menjadi profesor ekonomi di Universitas Indonesia, ketika berpidato mewakili pihak boru dalam acara pelantikan pengurus Punguan Raja Urang Pardosi (Datu Tambun), sebuah organisasi marga Gultom, di Desa Parlombuan, Kecamatan Pangaribuan, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatra Utara, 29 Juli 2022. Sebelum berbicara tentang kedua topik tersebut, marga Batak dan gelar akademis, Miranda terlebih dahulu mengata...